

Menyongsong HUT 70 Tahun Seminari Pius XII Kisol dan Festival Lembah Sanpio, seksi liturgi kepanitiaan melaksanakan rekoleksi dan misa Jumat pertama. Sebelum perayaan Ekaristi, para peserta diberi penyegaran rohani melalui rekoleksi yang dipimpin oleh RD. Andi Jeramat. Kegiatan yang dihadiri oleh utusan guru dan siswa-siswi dari tingkat SD sampai SMA se-kelurahan Tanah Rata, para seminaris, dan para guru serta pegawai Seminari Pius XII Kisol ini dilaksanakan di Aula Seminari Pius XII Kisol pada Jumat, 1 Agustus 2025. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud nyata pelaksanaan tema tahun pastoral Keuskupan Ruteng yakni tahun Ekaristi Transformatif.
RD. Andi dalam rekoleksinya mencoba untuk membawa perhatian semua siswa ke dalam suasana doa. Rekoleksi secara menarik dibuka dengan perihal berada di bagian kiri dan kanan Salib Yesus. “Bisa saja kehidupan kita seperti orang yang disalibkan di sebelah kiri Yesus. Kita memang berada di dekat Tuhan tetapi kita hanya dipenuhi dengan kemarahan, dan tidak ada rasa syukur sedikitpun” ujar beliau. Berada di kiri Salib Yesus berarti hidup penuh dengan kemarahan. Si penjahat yang ada di sebelah kiri Yesus bukannya bertobat, tapi ia justru menghujat Yesus. Ia tidak menyadari dirinya sebagai penjahat yang dihukum. Ia malah mencela Yesus untuk membebaskan dirinya. Kita semua juga seringkali berada di sebelah kiri Salib Yesus. Kita lebih banyak mengeluh bahkan marah kepada Tuhan. Ketika kita mengalami kesusahan yang sulit dimengerti dengan akal budi kita, kita lebih banyak mempersalahkan diri sendiri, orang lain, dan bahkan Tuhan. Di saat itu, kita kemudian memilih jalan untuk menyerah.
Beliau mengkritik kebiasaan buruk semua orang yang selalu dirawat dalam zona nyaman. Kebanyakan orang merasa nyaman dengan kebiasaannya yang salah. Mereka merasa nyaman karena bagi mereka itu benar bagi mereka, tapi sebenarnya sangat salah dan merugikan diri sendiri serta banyak orang. Menurutnya, kebanyakan dari antara kita hanya menyatakan iman kita ketika sedang berada di dalam Gereja, namun ketika kita keluar dari Gereja kita menjadi manusia yang hidup dalam kegelapan dan saling membenci. Kita tidak lagi memiliki rasa dan kata maaf terhadap orang-orang di sekitar kita. Kita lebih cenderung egois dan mengutamakan ego kita untuk menyimpan dendam terhadap musuh-musuh kita. “Ekaristi yang sesungguhnya dimulai bukan saat membubuhkan tanda salib tetapi dimulai saat kita mulai keluar dari pintu Gereja” tegasnya.
Dalam bagian penutup refleksinya, RD. Andi mengajak semua orang untuk menjadi seperti orang yang disalibkan di sebelah kanan Yesus. Menurutnya, meskipun ia adalah seorang penyamun, ia tetap mempunyai kesadaran untuk bertobat bahkan saat ajal mau menjemputnya. Kesadaran diri sebagai orang berdosa ini kemudian menjadi hadiah terbesar baginya untuk bisa ada bersama Yesus di taman Firdaus. Lantas pertanyaan yang diberikan oleh RD. Andi adalah; kita ingin memanggul salib yang mana?

Setelah mengikuti rekoleksi bersama, kegiatan berlanjut dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh RD. Fery Warman selaku Praeses Seminari Pius XII Kisol. Adapun imam konselebran yang juga turut hadir adalah RD. Dion Labur, RD. Andi, dan P. Gordi, SX. Dalam homilinya, RD. Fery Warman menekankan kembali akan pentingnya Ekaristi dalam kehidupan manusia. Ia mengatakan bahwa Ekaristi mesti menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang beriman. “Dalam ekaristi, kita tidak hanya menerima roti dan anggur semata, tetapi juga menerima kehidupan kekal yang sesungguhnya dari Kristus sebagai pemilik kehidupan itu sendiri” ujar RD. Fery. Ia mendorong para siswa untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang murid dengan hati yang tulus dan bukan karena paksaan. Lebih lanjut, ia berpesan bahwa dalam konteks kehidupan yang paling sederhana, seorang siswa sesungguhnya sedang mempersembahkan Ekaristi kudus kepada Kristus saat para siswa belajar dengan tekun, bekerja dengan tanggung jawab, dan melaksanakan semua tugas dengan ketulusan. Di bagian akhir kotbahnya, RD. Fery menyampaikan sebuah adagium klasik yang sangat menarik “Victoria Via Victima (kemenangan melalui pengorbanan)” dan bagi beliau Ekaristi adalah Victoria Via Victima. (Marko Nugu/red)

0 Comments